PERANG DUNIA I DAN PENGARUHNYA
1.)
Perang Dunia I
A.) Faktor-faktor
penyebab Perang Dunia I
Perang yang terjadi antara tahun 1914-1918
sebenarnya hanya terjadi di Eropa. Tetapi pengaruh perang tersebut terasa di
berbagai kawasan dunia sehingga dinamakan Perang Dunia. Sebab-sebab dari Perang
Dunia I dapat dibedakan menjadi sebab-sebab umum dan sebab-sebab khusus. Sebab
umum Perang Dunia I dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu pertentangan antara
negara-negara di Eropa, pembentukan aliansi-aliansi, dan perlombaan
persenjataan.
1. Terjadinya
Pertentangan antara Negara-negara Eropa.
Menjelang Perang Dunia
I negara-negara di Eropa saling bermusuhan antara satu dengan lainnya.
Penyebabnya bermacam-macam, baik politik, ekonomi, maupun saling berebut daerah
pengaruh. Contoh dari pertentangan antara negara Eropa tersebut adalah sebagai
berikut :
a.) Perancis-Jerman
Negara Jerman terpecah menjadi beberapa negara kecil
berdasarkan keputusan keputusan Kongres Wina ( 1915 ). Perdana Menteri Prusia (
Otto Von Bismarck ) tampil untuk menyatukan Jerman. Usaha tersebut berhasil
pada tahun 1971 bersamaan waktunya dikalahkannya Perancis dalam perang
Jerman-Perancis (1870-1871). Terbentuknya negara kesatuan Jerman dikumandangkan
di Istana Versailles, lambang keagungan Perancis. Ini merupakan suatu
penghinaan, sehingga pada diri rakyat Perancis timbul keinginan untuk membalas
dendam (Revanche Ide)terhadap Jerman.
b.) Inggris-Jerman
Pada akhir abad ke-19 Jerman telah berkembang
menjadi negara industri. Produksinya terlalu banyak sehingga perlu dicarikan
lebenstraum (rung hidup) untuk menjual hasil produksinya. Lebenstraum juga
sebagai tempat untuk memperoleh bahan mentah. Inggris yang telah muncul lebih
dulu sebagai negara industri, merasa mendapat saingan sehingga kedua negara
saling berebut tanah jajahan.
c.) Rusia-Jerman
Kedua negara saling berebut pengaruh di Timur
Tengah. Sejak abad ke-18 Rusia menjalankan politik Air Hangat, yaitu mencari
pelabuhan yang airnya tidak beku diwaktu musim dingin (disebelah Utara Rusia
yang berbatasan dengan laut, pada musim dingin airnya beku sehingga tidah dapat
dilayari). Salah satu usaha yang dilakukan adalah ke Timur Tengah. Dilain pihak
pada abad ke-19 Jerman juga bermaksud mengadakan kerjasama militer dan ekonomi
dengan Iran dan Turki. Terjadilah ketegangan antara Rusia dan Jerman.
d.) Rusia-(Austria-Hongaria)
Baik Rusia maupun Austria-Hongaria berusaha
menanamkan pengaruhnya didaerah semenanjung Balkan. Dalam melaksanakan Politik
Air Hangatnya Rusia membantu gerakan Serbia Raya. Gerakan tersebut bertujuan
mempersatukan bangsa Slavia Selatan didaerah Bosnia Hersegowina, yang dikuasai
oleh Austria Hongaria. Hubungan Rusia dangan Austria-Hongaria menjadi tegang.
e.) Rusia-Turki
Turki menguasai sebagian Timur Tengah pada abad
ke-16. Setelah kekuatan Turki melemah (sering disebut dengan istilah the Sick
Man). Rusia ingin meluaskan wilayah Timur Tengah. Akibatnya hubungan
Rusia-Turki menjadi renggang.
2. Pembentukan
Aliansi
Negara Eropa yang sedang bermusuhan seperti
digambarkan di atas berusaha mencari teman untuk menghadapi lawannya. Menjelang
Perang Dunua I terjadi polarisasi antar negara Eropa. Mereka membentuk aliansi
(persekutuan) yang isinya apabila salah satu dari anggota persekutuan diserang
oleh negara lain maka anggota yang lain harus membantunya. Sebagai contoh
Jerman yang bermusuhan dengan Inggris mencari kawan Austria – Hongaria yang
bermusuhan dengan Rusia. Di Eropa kemudian terdapat dua aliansi yang saling
berhadapan yaitu ;
a.) Triple Aliantie
Aliansi ini dibentuk pada tahun 1882 beranggotakan :
Jerman, Austria – Hongaria, dan Italia. Setelah perang meletus Italia berbalik
dan ikut di pihak musuh.
b.) Triple Etente
Aliansi
ini dibentuk pada tahun 1907 beranggotakan : Inggris dan Rusia, baru kemudian
Perancis menyusul.
3.
Perlombaan Persenjataan
Baik
Triple Alientie maupun Triple Etente saling mencurigai. Masing – masing merasa khawatir jika
suatu waktu pihak lawan menyerang mereka. Untuk mengantisipasinya mereka
mempersenjatai diri. Terjadilah perlombaan dalam membuat persenjataan yang
mengakibatkan suasana di Eropa semakin genting.
Seperti disebutkan di atas sebab
khusus yang juga sering disebut casus
belli adalah sebab yang secara langsung menyebabkan meletusnya perang.
Sebab khusus Perang Dunia I adalah terbunuhnya putera mahkota Austria – Hongaria
Frans Ferdinan bersama permaisurinya pada tanggal 28 Juni 1914 di Sarejevo, ibu
kota Bosnia.
Austria – Hongaria menggunakan
peristiwa pembunuhan tersebut sebagai alasan untuk memberikan ultimatum kepada
Serbia yang selama ini menentang kehadiran
Austria – Hongaria di Balkan. Dan juga menuntut agar pemerintah Serbia
menghentikan propaganda anti Austria – Hongaria di Serbia. Batas waktu yang
diberikan oleh Austria – Hongaria 2x 24 jam. Sikap keras Austria – Hongaria ini
dikarenakan negara tersebut mendapat jaminan bantuan dari Jerman. Namun Serbia
dengan dukungan Rusia menolak ultimatum Austria – Hongaria. Akibatnya Ausria –
Hongaria menyatakan perang kepada Serbia pada tanggal 28 Juli 1914.
B.) Jalannya Perang Dunia
I
Dalam waktu satu minggu setelah pernyataan perang
Austria – Hongaria , negara – negara Eropa terlibat dalam perang. Negara –
negara tersebut terlibat dalam dua blok :
1.) Blok
Sentral dengan anggota inti Jerman dan Austria – Hongaria. Turki dan Bulgaria bergabung dalam Blok Sentral karena kebencian mereka
kepada Rusia. Sementara Italia yang semula tergabung dalam Triple Aliansi pada
tahun 1815 berbalik dan memihak kepada pihak lawan (sekutu). Penyebabnya ialah
beberapa daerah milik Italia masih tetap dikuasai Austria.
2.)
Blok Sekutu dangan anggota – anggota
inti Triple Etente : Inggris, Perancis, dan Rusia. Kemudian negara – negara
lainnya ikut bergabung dengan negara sekutu misalnya Serbia ( karena bermusuhan
dengan Austria – Hongaria ), Jepang ( karena ingin memperoleh jajahan Jerman
yang ada di Pasifik ), dan Amerika Serikat ( karena Jerman melakukan perang
kapal selam tak terbatas).
Dalam pertempuran di
Front Barat Jerman melakukan serangan kilat atas Belgia dan Luxemburg sebagai
batu loncatan untuk menyerang Perancis dari arah utara. Kaisar Jerman
meramalkan bahwa dalam waktu dua minggu Paris akan dapat dikuasainya. Tetapi
karena adanya bantuan dari tentang Inggris gerakan pasukan Jerman terhambat
sekitar 50 mil di luar kota Paris. Kedua pasukan masing – masing bertahan dalam
parit sehingga terjadi perang parit.
Pada pertengahan tahun
1914 Jerman melakukan serangan ke arah Timur untuk menduduki Rusia. Pertempuran
di Front Timur terjadi di kota Tennenherg yang terletak di Prusia Timur.
Meskioun Jerman dapat mengalahkan Rusia dalam pertempuran tersebut tetapi
gerakan tentara Jerman terhenti dan tidak dapat meneruskan ke Rusia.
Pada tanggal 23 Mei
1915 Italia menyatakan keluar dari Triple
Aliantie berbalik menyerang Austria. Tujuannya adalah untuk merebut daerah
Italia yang diduduki oleh Austria seperti : Triesta, Tyrol Selatan, Gorazia,
dan Gradisca. Kekuatan Sekutu bertambah dengan ikut sertanya Amerika Serikat di
pihak Sekutu. Penyebabnya adalah Jerman melakukan perang kapal selam tak
terbatas. Semua kapal yang ke luar masuk Eropa ( negara – negara Sekutu )
dihadang dan ditenggelamkan oleh kapal perang Jerman. Tujuannya untuk melawan
blokade ekonomi yang ditujukan terhadap Jerman. Keitka kapal pesir lusitaniana
ditenggelamkan oleh Jerman dan didalamnya terdapat 139 wisataman Amerika
Serikat maka Presiden Wilsonmengajukan protes kepada pemerintah Jerman. Protes
tersebut tidak ditanggapi, bahkan kapal-kapal dagang Amerika Serikat yang
berlayar di Laut Atlantik ditenggelamkan oleh Jerman pada tanggal 7 Mei 1915.
Presiden Wilson
menyatakan perang kepada Jerman pada 13 Mei 1917 dan kepada Austria-Hongaria
pada 7 Desember 1917. Keikutsertaan Amerika Serikat dalam perang inilah yang
memberikan kemenangan di pihak sekutu karena Amerika Serikat memberikan bantuan
berupa tentara, peralatan perang, maupun ekonomi dalam jumlah yang sangat
banyak.
Negara
blok sentral satu persatu menyerah kepada Sekutu. Bulgaria menyerah pada
tanggal 30 Septemberer 1918 di Saloniki, Turki menyerah pada tangga 30 Oktober
1918 di Mudros, Austria-Hongaria menyerah pada tanggal 3 November 1918 di Wina,
an Jerman menyerah kepada sekutu pada tanggal 11 November 1918. Selanjutnya
masing-masing negara Blok Sentral mengadakan perjanjian dengan pihak Sekutu.
Ada beberapa perjanjian yang dipandang pleh Wilson sebagai usaha balas dendam
Sekutu terhadap pihak yang kalah perang agar pihak kedua tidak dapat bangkit
lagi. Hal tersebut menjadikan Wilson tidak mau turut dalam perundingan dan
menjadikan Amerika Serikat tidak mau menjadi anggota Liga Bangsa Bangsa, suatu
lembaga Internasional yang dibentuk dari hasil perundingan antara Sekutu dengan
Amerika Serikat. Perundingan-perundingan tersebut juga menghasilkan perjanjian
sebagai berikut :
-
Perjanjian Versailles antara
Sekutu-Jerman
-
Perjanjian St German anatara
Sekutu-Austria
-
Perjanjian Trtianon antara Sekutu-Hongaria
-
Perjanjian Neully antara Sekutu-Bulgaria
-
Perjanjian Laussane antara Sekutu-Turki
Dari
sekian banyak perjanjian tersebut yang akan dibahas adalah Perjanjian
Versailles (Perjanjian antara Sekutu dengan Jerman). Butir-butir isi perjanjian
ditetapkan secara sepihak oleh negara-negara Sekutu. Baru pada tanggal 28 Juni
1919 delegasi Jerman diundang ke Versailles adalahb sebagai berikut :
1.) Jerman
harus menyerahkan :
-
Daerah Elzas-Lotaringen kepada Perancis
-
Daerah Eupaen, Malmedy, dan Maresnet kepada
Belgia
-
Daerah Prusia Barat dan Posen kepada
Polandia
-
Danzig sebagai kota merdeka dibawah
naungan Liga Bangsa Bangsa
2.) Jerman
harus menyerahkan daerah Saar kepada LBB selama 15 tahun dan kemudian akan
diadakan plebisit untuk menentukan apakah rakyat memilih bergabung dengan
Jerman atau Perancis.
3.) Jerman
harus menyerahkan daerah jajahannya kepada Inggris, Perancis, dan Jepang.
4.) Jerman
harus membayar ganti kerugian perang kepadanegara-negara Sekutu sebesar 132
bilyun mata uang emas.
5.) Jerman
harus menyerahkan semua kapal dagangnya kepada Inggris.
6.) Angkatan ‘perang Jerman diperkecil dan
dilarang mengadakan wajib militer.
7.) Daerah Rhein diduduki oleh Sekutu untuk
mengawassi apakah Jerman mentaati perjanjian Versailles ataukah tidak.
Dengan penyerahan daerah seperti
tersebut di atas berarti Jerman kehilangan 13% dari wilayahnya, 12% dari
penduduknya, 16% produksi batu baranya, dan 15% dari hasil pertaniannya. Untuk
membangunnya sulit karena semua hasil produksinya dipergunakan untuk membayar
ganti kerugian perang.
2.) Masa Antar Bellum
A.)
Pengaruh Perang Dunia 1 terhadap Kehidupan Politik di Indonesia.
Dengan
letak seperti itu maka perang yang terjadi di Eropa menyulitkan Belanda untuk
berhubungan dengan Hindia Belanda. Karena itu Gubernur Jenderal yang ditugaskan
di Hindia Belanda lebih leluasa untuk mengambil kebijakan ditanah jajahan,
dengan cara menyimpang dari peraturan yang dibuat oleh negeri induk.
Tidak berlebihan jika dikatakan
bahwa Perang Dunia 1 sangat mempercepat proses perkembangan Hindia Belanda.
Akibat putusnya hubungan dengan Belanda, maka Hindia Belanda terpaksa harus
berdiri sendiri di bidang ekonomi dengan mengadakan hubungan dengan negara
tetangga. Pemerintah kolonial juga mempunyai kewajiban untuk meningkatkan kemajuan
penduduk pribumi maupun untuk membuka tanah jajahannya bagi ekonomi dunia.
Prinsip-prinsip penentuan nasib sendiri yang tercantum dalam Empat Belas Pasal
Wilson yang lahir pada masa akhir Perang Dunia 1, mempercepat proses
demokratisasi di Indonesia. Sementara gerakan nasional menjadi semakin
progresip, menuntut hak menentukan nasib sendiri, dan segera ingin menghapuskan
pemerintah kolonial.
INFORMASI
Perkembangan
politik lain sesudah Perang Dunia 1 adalah semakin meningkatnya peran Volksraad
atau Dewan Rakyat. Ketika lembaga tersebut berdiri pada tahun 1916, wewenangnya
hanyalah sebagai Dewan Penasihat. Dewan tersebut tidak dapat mengubah
pemerintahan, dan tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan anggaran belanja.
Kebijikan pemerintah dalam bidang ekonomi dengan
menaikkan pajak pribumi, memperkeruh suasana. Sebagai protes terhadap peraturan
tersebut rakyat melakukan pemogokan dibawah pimpinan tokoh-tokoh pergerakan.
Pemogokan buruh disusul dengan perlawanan, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Di
Batavia (Jakarta), terjadi pengambil alihan kantortelepon oleh sekelompok orang
bersenjata. Para pelakunya ditangkap polisi keesokan harinya. Pada tahun 1926
di Banten, sejumlah pegawai dibunuh oleh segerombolan teroris, tetapi
pemerintah masih dapat memegang kendali pemerintah. Pada bulan Januari 1927
terjadi perlawan di Sumatera Barat.
Gerakan nasional yang masih radikal dan timbulnya
pemberontakan diberbagai wilayah mengakibatkan pemerintah mengambil kebijakan
politik reaksioner. Perubahan nampak jelas pada tahun 1925 semasa pemerintahan
Gubernur Jenderal Fock (1921-1926), dengan mengadakan peninjauan kembali
terhadap politik Etis Kolonial.
Politik
reaksioner ini nampak dari kebijakan yang diambil oleh Gubernur Jenderal de
jonge (1931-1936), yang membuka halaman baru bagi politik kolonial Belanda pada
awal dasa warsa 1930-an. Langkah ini ada kaitannya dengan kondisi ekonomi
Hindia Belanda yang sedang krisis.
Pada 1 Oktober 1932 politik de Jonge juga menciptakan peraturan Toezicht Ordonantie atau
Ordonansi. Pengawasan yang juga disebut Wilde Ordonansi dapat menolak izin untuk menyelenggarakan
pengajaran apabila dipandang membahayakan ketertiban masyarakat.
Sementara itu perjuangan dilingkungan Dewan Rakyat terus
berlangsung. Tiga mosi diajukan yaitu mosi Thamrin,mosi Soetardjo, dan mosi
Wiwoho. Menanggapi mosi pertama,pemerintah bersedia meniadakan istilah inlander dan menggantikannya
dengan istilah Indonesier, tetapi
berkeberatan untuk menggantikan
Nederland-indie dengan Indonesie.
Mosi kedua mengusulkan untuk meniadakan segala bentuk diskriminasi berdasarkan
ras dan membentuk satu kewarganegaraan bagi semua lapisan masyarakat. Terhadap
mosi ini pemerintah memberikan tanggapan bahwa pemecahan tersebut akan dibahas
setelah perang selesai. Mosi Wiwoho mengungkap kembali soal struktur ketatanegaran Hindia Belanda
terutama tentang perluasan wewenang Dewan Rakyat dan tanggung jawab Departemen kepada Dewan tersebut.
a.)
Kondisi Ekonomi di Berbagai Daerah
di Indonesia.
Sebenarnya sejak tahun 1920 volume ekspor mulai
turun. Kondisi ini mengakibatkan timbulnya kerugian besar pada
perusahaan-perusahaan Barat, bahkan beberapa diantaranya bangkrut. Perusahaan
Barat melakukan penghematan antara lain dengan mengurangi jumlah dan upah
buruh. Tujuannya adalah agar perusahaan tetap mendapatkan untung.
Kondisi ekonomi Hindia Belanda yang sedang kritis
tidak luput dari perhatian Jepang. Hasil
perkebunan dan berbagai tambang seperti minyak di Tarakan sangat dibutuhkan
oleh Jepang dalam rencananya untuk membentuk Asia Timur Raya. Oleh karena itu
setelah Jepang menyerang Pearl Harbour, Jepang dengan cepat menduduki wilayah
Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Jika para pengusaha Barat mengalami kesulitan, maka
kehidupan ekonomi penduduk pribumi lebih menyedihkan. Secara ekstrim dapat
dikatakan bahwa telah terjadi proses pemiskinan penduduk baik di Jawa maupun di
luar Jawa. Di Jawa, petani dan kuli yang tidak memiliki tanah sebesar 37,8 %
dari keseluruhan jumlah penduduk. Di tambah dengan petani miskin dan semi
proletariat, jumlah penduduk miskin di Jawa mencapai angka 65 %. Di
propinsi-propinsi yang ada diluar Jawa, jumlah pendududk miskin lebih kecil
yaitu 51,26 %, terdiri dari kaum proletar dan petani miskin.
Penelitian yang disponsori pemerintah pada tahun
1925 menyimpulkan bahwa kesejahteraan penduduk pribumi dimana-mana menurun dan
tidak terelakkan. Selanjutnya angka statistik dalam kurun waktu 1926-1932 juga
menunjukkan bahwa selama periode tersebut kesejahteraan ekonomi bangsa Indonesia
secara keseluruhan makin menurun.
Indikator dari penurunan kesejahteraan ekonomi adalah turunnya pendapatan per
kapita penduduk Jawa dan Madura dari 47,6 gulden menjadi 20,3 gulden. Untuk di
luar Jawa pendapatan per kapita turun dari 52,5 gulden menjadi 18,8 gulden.
Kehidupan petani semakin sulit ketika golongan Cina
semakin memegang kendali atas hasil tanah pribumi. Peranan Cina semakin besar
sejak tahun 1930 karena mereka memperoleh banyak keuntungan akibat sedikitnya
uang yang beredar selama krisis. Memang golongan Cina tidak boleh memiliki
tanah tetapi mereka justru memperoleh pengawasan atas fungsi tanah. Tujuan
mereka bukan untuk memiliki tanah tetapi memiliki hasilnya untuk kemudian
dijual di pasar setempat maupun untuk diekspor. Dengan memanfaatkan kesulitan
petani mendapatkan uang pinjaman, golongan Cina kemudian menggunakan sistem
ijon. Dengan sistem ijon golongan Cina berhasil meminta hak-hak yang selalu
meningkat dengan cara menetapkan syarat-syarat yang berat ketika memberikan
pinjaman.
Dengan adanya perubahan pemasukan dan pengeluaran
uang pada golongan petani, mereka tidak dapat lagi membeli barang-barang mewah
yang sebelumnya dapat mereka nikmati. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya
petani juga harus menjual padi hasil penennya dalam porsi yang lebih besar.
Naiknya porsi penjualan padi hasil panen berarti turunnya porsi untuk konsumsi
sendiri dan menurunnya gizi. Laporan yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Rakyat di
Kutowinangun, Buitenzorg tahun 1934, menyebutkan bahwa petani Jawa memenuhi kebutuhan
makan mereka dengan 2,5 % per hari.
INFORMASI
Dalam
masa Antar Bellum krisis ekonomi tidak hanya melanda penduduk di Jawa tetapi
juga berbagai wilayah Indonesia. Akibat pengurangan buruh yang dilakukan oleh
perkebunan Barat di Deli maka buruh-buruh yang berasal dari Jawa kembali ke
desa tempat kelahirannya, demikian juga dengan buruh yang bekerja diberbagai
kota di Jawa.
Pada
dasawarsa 1930-an banyak pedagang dan pemilik tanah di Bandung menginvestasikan
modal mereka dalam industri pemintalan. Ketika kemudian usaha ini menunjukkan
prospek yang cerah berulah orang-orang asing termasuk Cina ikut di dalamnya.
Meskipun ke ikut sertaan orang-orang asing tersebut merugikan tetapi kegiatan
pedagang pribumi ini menunjukkan bahwa mereka ingin memperoleh kebebasan yang
lebih besar.
Dalam
masa krisis pemerintah mengambil beberapa kebijakan. Untuk mencari keseimbangan
dalam bidang keuangan, pemerintah melakukan penghematan secara besar-besaran.
Sebelumnya pengeluaran pemerintah memang besar sebagai dampak dari kenaikan
pengeluaran selama Perang Dunia. Dari berbagai kebijakan tersebut nampak bahwa
pemerintah lebih memihak kepada pengusaha dan kurang memihak kepada rakyat.
Dibidang ekonomi peran pemerintah terdesak oleh pihak swasta yang berhasil
memaksa pemerintah untuk melindungi laba mereka.
Kebijakan
pemerintah yang menguntungkan pengusaha, juga terlihat dalam menangani
perkebunan-perkebunan besar yang dimiliki oleh pengusaha Barat. Agar harga di
pasar dunia tetap dapat memberikan keuntungan kepada para pengusaha perkebunan,
perlu diadakan pembatasan produksi secara ketat. Dan ini hanya bisa dicapai
dengan kerjasama antara para produsen, kalau mungkin secara Internasional. Kendalanya
adalah para produsen sulit untuk melakukan pembatasan secara ketat atas dasar
sukrela. Karena tidak ada cara untuk memaksa agar semua pengusaha mau
bekerjasama untuk mengurangi produknya maka pemerintah kemudian membatasi
sejumlah produk ekspor seperti gula, karet, kopi, dan teh.
Pembatasan
produksi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap berbagai jenis komoditas
seperti disebutkan di atas menunjukkan adanya pengaruh perusahaan Barat yang
kuat atas pemerintah. Lebih-lebih ketika pemerintah kemudian melakukan
pembatasan produksi kepada penduduk pribumi. Ketika terjadi krisis ekonomi
tahun 1929 pemerintah memberikan sanksi kepada 600.000 produsen karet pribumi
yang merupakan bahan ekspor. Untuk memenuhi kesepakatan kuota produksi di pasar
internasional, setiap tahunnya pemerintah menurunkan produksi karet perkebunan
pribumi dari 300.000 ton menjadi 145.000 ton sementara produksi perkebunan
Barat hanya turun dari 220.000 ton menjadi 205.000 ton. Kemudian dirancang
pajak ekspor khusus untuk menekan harga-harga setempat agar volume ekspor
pengusaha pribumi seperti yang dikehendaki pemerintah. Perubahan
perundang-undangan tentang pajak ekspor terus dilakukan sehingga pada tahun
1936 lebih dari 95 % ekspor karet yang dihasilkan oleh pengusaha pribumi
terserap untuk pajak. Bahkan pemerintah juga diminta untuk campur tangan
terhadap perundang-undangan dalam bidang impor, terutama tekstil. Banyaknya
tekstil impor dari Jepang mengakibatkan industri katun yang diimpor dari
Belanda kehilangan pasaran di Indonesia. Langkah yang kemudian diambil oleh
pemerintah dengan melakukan pembatasan impor ternyata merupakan petaka bagi
rakyat. Harga tekstil naik dan tidak terbeli oleh mereka. Karena ada desakan
bahwa pemerintah juga harus memberi perlindungan kepada rakyat maka dilakukanlah
perlindungan kepada industri pribumi termasuk juga perkebunan karet rakyat.